Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Arti Kesengajaan dan Kealpaan Dalam Hukum Pidana

Arti Kesengajaan dan Kealpaan Dalam Hukum Pidana

A. KESENGAJAAN

Kesengajaan sebagai arah batin yang paling kuat dengan timbulnya perbuatan tidak mempunyai batasan yang sangat jelas ketika WvS (KUHP) pertama kali di rumuskan tahun 1881. Namun memori penjelasan  MvT menyebutkan bahwa Kesengajaan merupakan Suatu Kehendak untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan - perbuatan yang dilarang atau diharuskan oleh Undang - Undang.

Secara teoritis kesengajaan tidak hanya merupakan kehendak ( Willens Theorie ) tetapi juga berarti mengetahui (Voor Stelling Theorie). Sehingga kesengajaan terkait dengan kehendak atau pengetahuan pelaku akan perbuatan yang dilakukan.

Kesengajaan secara Gradual dapat kami sajikan sebagai berikut :

1. Kesengajaan sebagai maksud (Opzet Als Oogmerk) : mempunyai arti bahwa arah batin pelaku menuju secara langsung kepada terjadinya akibat. Dengan demikian petindak menghendaki melakukan perbuatan beserta akibatnya.

2. Kesengajaan sebagai kepastian (Opzet bij zekerheids bewustzijn) : mempunyai arti bahwa akibat itu sedemikian pastinya sehingga pembuat sebenarnya tidak dapat mengabaikannya dan kalau dia berbuat juga, maka tidak dapat dikatakan lain daripada dia yang menghendakinya juga.

3. Kesengajaan sebagai kemungkinan (Dolus eventualis atau opzet bij mogelijkheidsbewustzijn) : mempunyai arti bahwa pelaku lebih senang melakukan tindakan tersebut meskipun kemungkinan terjadinya akibat tersebut sangat besar.

Penerapan kesengajaan ini mengenal adanya dua sifat yaitu kesengajaan berwarna (gekleurd) dan kesengajaan tidak berwarna (kleur loss).

1. Kesengajaan berwarna mensyaratkan bahwa pelaku tidak hanya menghendaki perbuatan, melainkan pelaku juga harus mengetahui perbuatanya melawan hukum (Dolus Malus). Jadi pelaku juga harus mengetahui bahwa perbuatan yang melawan hukum. Pandangan ini sudah banyak ditinggalkan karena akan terjadi beban yang sulit bagi jaksa dan hakim karena harus membuktikan bahwa pelaku memang menyadari perbuatannya melawan hukum.

2. Kesengajaan tidak berwarna hanya mensyaratkan apabila petindak menghendaki perbuatannya dan tidak perlu dibuktikan bahwa pelaku mengetahui perbuatannya merupakan perbuatan melawan hukum.

Penempatan unsur sengaja pada rumusan delik tidak sama, namun terdapat prinsip bahwa semua unsur yang terletak dibelakang unsur sengaja akan diliputi unsur ini ( MvT), sedangkan yang terletak di depannya diobjektifkan (tidak perlu dikuasai unsur ini). Prinsip ini berlaku juga terhadap penggunaan istilah lain dari unsur sengaja misalnya Pasal 167 KUHP (Mengganggu ketentraman rumah) pengecualian dari prinsip ini adalah Pasal 187 KUHP.

Dari Rumusan unsur Sengaja tersebut, terdapat beberapa istilah yang digunakan antara lain :

1. Opzettelijk (dengan sengaja), antara lain dalam rumusan Pasal 333 KUHP, 338 KUHP, Pasal 372 KUHP dan sebagainya.

2. Watende dat (sedang ia mengetahui), sebagaimana terdapat di dalam Pasal 204,220,279 KUHP.

3. Waarvan hij weet (yang ia ketahui) seperti yang telah dirumuskan pada Pasal 480 KUHP.

4. Met het oogmerk (dengan tujuan) terdapat dalam Pasal 362 KUHP.

5. Tegen beter weten (bertentangan dengan apa yang diketahui) terdapat di dalam Pasal 311 KUHP.

6. Met het kennelijk doel (dengan tujuan yang ia ketahui) seperti pada Pasal 310 KUHP.

Di dalam rumusan unsur sengaja adakalanya berdampingan dengan unsur melawan hukum, dengan menggunakan kata " dan " dan ada yang tidak. Terhadap rumusan tersebut ada 3 pandangan yaitu :

a. Rumusan yang berbeda itu mempunyai arti yang berbeda. Kata " dan " menunjukan posisi yang sejajar, sehingga unsur sengaja tidak perlu ditunjukan pada unsur melawan hukumnya perbuatan. Jadi unsur melawan hukum tersebut di " objektifkan " meskipun terletak dibelakang unsur sengaja. Penganut pandangan ini adalah Van Hamel, Simons, Pompe dan H.R.

b. Rumusan yang berbeda tersebut tidak mempunyai arti yang berbeda,karena merupakan dua hal yang terpisah. Pandangan ini tidak banyak di anut.

c. Rumusan yang berbeda itu mempunyai arti berbeda , namun berbeda dengan pandangan yang pertama diatas. Menurut pandangan ini meskipun ada kata " dan " unsur kesengajaan harus ditujukan pula kepada unsur melawan hukum sesuai dengan prinsip bahwa semua unsur di belakang unsur sengaja diliputi oleh unsur tersebut. Penganut pandangan ini adalah Vos, Langemeyer dan Zevenberger.

Di dalam Ilmu hukum pidana mengenal adanya beberapa jenis kesengajaan yaitu :
  • Dolus peremeditatus ,yaitu kesengajaan yang disertai dengan rencana lebih dahulu ( met voorbedachte rade ). Dijelaskan bahwa tentang pengertian adanya " rencana lebih dahulu " diperlukan situasi memikirkan dengan tenang. Jadi sipembuat maupun sebelum atau ketika melakukan perbuatan tersebut memikirkan secara wajar tentang apa yang dilakukan atau akan dilakukan.
  • Dolus determinus dan indeterminus, yaitu didasarkan pada obyeknya. Dolus determinus obyeknya pasti orang tertentu misalnya seorang perempuan, sedangkan dolus indeterminus sebaliknya tidak menentukan obyek tertentu.
  • Dolus alternatifus yaitu kesengajaan yang ditujukan kepada salah satu dari obyek yang dipilih.
  • Dolus indirectus dan versari in re illicita menyatakan semua akibat dari perbuatan yang disengaja, dituju atau tidak , diduga atau tidak dianggap sebagai hal yang ditimbulkan dengan sengaja . Ajaran ini ditolak oleh pembuat Undang - Undang . Sedangkan ajaran yang mirip dengan ajaran ini adalah versari in re illicita menyebutkan bahwa semua perbuatan terlarang dipertanggungjawabkan atas semua akibatnya.
  • Dolus directus yaitu kesengajaan tidak hanya ditujukan kepada perbuatannya tetapi juga kepada akibat dari perbuatanya itu.
  • Dolus genaril yaitu dalam kesengajaan ini maksud petindak betapapun telah tercapai, walaupun mungkin akibat itu bukan disebabkan perbuatan petindak.

B. KEALPAAN

Dalam KUHP tidak diatur mengenai pengertian kealpaan. Tetapi dalam memorie Van Toelichting disebutkan bahwa kealpaan disatu pihak berlawanan dengan kesengajaan dilain pihak. Kealpaan merupakan bentuk kesalahan yang lebih ringan daripada kesengajaan akan tetapi bukan kesengajaan ringaan. Kealpaan dapat diartikan sebagai kurang penduga - duga atau kurang penghati - hati. Pada kata yang lain dari kealpaan adalah CULPA ,sembrono, atau nalatigheid.

1. Alasan Yang memungkikan pemidanaan bagi kealpaan.

Pada level kompetensi yang terdahulu tekah dijelaskan bahwa hubungan batin antara silembuat dengan perbuatannya dapat berupa kesengajaan atau kealpaan. Pada kesengajaan ada niat jahat dalam diri si petindak, sedangkan dalam kealpaan tidak ada niat dalam diri si petindak. Pada kesengajaan, si petindak mengehendaki melakukan perbuatan yang dilarang. Pada kesengajaan si petindak dapat mengetahui atau membayangkan akibat dari perbuatanya yang dilarang itu. Hal ini tidak terdapat pada Kealpaan.

Namun dengan demikian, pada kealpaan tetap dimungkinkan adanya pamidanaan, walaupun ancaman pidannya lebih ringan daripada kesengajaan. Mengapa demikian??? Menurut Memorie Van  Toelichting alasan yang memungkinkan pemidanaan bagi kealpaan adalah karena pada kealpaan ada keadaan sedemikian yang membahayakan keamanan orang atau barang. Disamping itu kealpaan mendatangkan kerugian yang besar bagi orang lain sehingga tidak dapat diperbaiki lagi sebagai akibat dari kurangnya hati - hati.

2. Cara menetapkan Kealpaan pada seseorang.

Cara hakim dalam menetapkan kealpaan pada seseorang dilakukan  melalui tahap - tahap sebagai berikut :
  • Penentuan kealpaan secara normatif, tidak secara fisik atau secara psikis. Dalam kaitannya ini, untuk mengetahui sikap batin seseorang yang sesungguhnya tidaklah mungkin, sehingga kealpaan harus ditetapkan dari luar. Dalam hal ini adalah bagaimana seharusnya ia berbuat.
  • Penentuan kealpaan secara orang pada umumnya jika ia berada pada situasi seperti itu. Dalam kaitannya ini ,bagi orang tersebut harus ada kekurang hati - hatian yang cukup besar ( Culpa Lata ) untuk dapat ditetapkan adanya kealpaan, bukannya culva levis ( Kealpaan yang sangat ringan ).

3. Ketentuan yang memuat unsur Kealpaan Dalam KUHP.

Dalam KUHP ada sejumlah ketentuan yang memuat unsur kealpaan (delik culpa atau culpoos delict). Ancaman pidannya lebih ringan dibandingan tindak pidana yang memuat unsur kesengajaan. Ketentuan - ketentuan KUHP tersebut, antara lain :
  • Pasal 188 KUHP (karena kealpaannya menimbulkan peletusan,kebakaran, banjir)
  • Pasal 231 KUHP ayat 4 (karena kealpaannya si penyimpan menyebankan hilangnya barang sitaan)
  • Pasal 359 KUHP (karena kealpaanya menyebabkan matinya orang lain)
  • Pasal 360 KUHP (karena kealpaanya mengakibatkan  orang lain luka berat)
  • Pasal 409 KUHP (karena kealpaannya mengakibatkan bangunan - bangunan kereta api, tran, telepon, listrik, bangunan utnuk membendung dan lain - lain rusak)

4. Delik pro parte dolus dan pro parte culpa

Disamping sejumlah ketentuan KUHP yang didalamnya memuat unsur kealpaan sebagaimana telah dijelaskan diatas , dalam KUHP ada sejumlah ketentuan yang didalamnya memuat unsur  kesengajaan sekaligus unsur kealpaan. Ketentuan delik semacam itu disebut sebagai delik Delik Pro Parte dolus dan Pro parte Culpa.

Ketentuan KUHP yang termasuk  delik pro parte  dolus  dan pro parte  culpa adalah :
  • Pasal 480 KUHP ( Tentang Penadahan )
  • Pasal 483 KUHP ( Tentang penerbit )
  • Pasal 484 KUHP ( Tentang pencetak )
  • Pasal 487 KUHP ( tentang bersetubuh dengan wanita yang umumnya  dibawah 15 tahun )
  • Pasal 288 KUHP ( Tentang bersetubuh dengan wanita yang belum mampu dikawin)
  • Pasal 292 KUHP ( Tentang yang cukup umur melakukan  perbuatan cabul dengan orang lain sama kelamin yang belum cukup umur ).

5. Macam - Macam Kealpaan

  1. Kealpaan yang disadari : pembuat dapat menyadari tentang apa yang dilakukan beserta akibatnya, namun ia percaya dan mengharap - harap bahwa akibatnya akan terjadi.
  2. Pada kealpaan yang tidak disadari  : pembuat melakukan sesuatu yang tidak menyadari akan timbulnya suatu akibat, padahal seharusnya ia dapat menduga sebelumnya.

Demikian artikel dari kami,semoga bermanfaat. Jangan Lupa SHARE. Terima Kasih.

Sumber dan Refrensi :
  1. Kitab Udang - Undang Hukum Pidana
  2. Prof. Masruchin Ruba'i S.H., M.S, dkk ,Buku : Ajaran Hukum Pidana. Media Nusa Creative.