Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perbedaan Asuransi Konvensional dan Syariah

Perbedaan Asuransi Konvensional dan Syariah

Perbedaan Asuransi Konvensional dan syariah

Perbedaan konsep dasar asuransi syariah dengan asuransi konvensional ini berakibat pada perbedaan prinsip pengelolaan risiko. Prinsip pengelolan risiko asuransi syariah adalah berbagi risiko (risk sharing), yaitu risiko ditanggung bersama sesama peserta asuransi. Hal ini bisa dimaknai dari fatwa DSN MUI bahwa asuransi syariah adalah kegiatan melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak yang berarti risiko yang terjadi juga akan dibagi kepada semua peserta asuransi syariah. Sementara itu prinsip pengelolaan risiko asuransi konvensional adalah transfer risiko (risk transfer) yaitu prinsip risiko dengan cara mentransfer atau memindahkan risiko peserta asuransi ke perusahaan asuransi. suransi konvensional pada dasarnya merupakan konsep pengelolaan risiko dengan cara mengalihkan risiko yang mungkin timbul dari peristiwa tertentu yang tidak diharapkan kepada orang lain yang sanggup mengganti kerugian yang diderita dengan imbalan premi. Perbedaan konsep asuransi syariah dan asuransi konvensional dirumuskan pula sebagai berikut :
  1. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) mengeluarkan fatwa tentang pedoman umum asuransi syariah, memberi definisi tentang asuransi syariah. Asuraansi syariah (ta’min, takaful,tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk asset tabarru’ yang memberikan pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad atau perikatan yang sesuai dengan syariah.
  2. Pengertian asuransi konvensional sudah sebagaimana yang diuraikan sebelumnya. Secara etimologi disebut dengan nama pertanggungan, dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah verzekering, yang melahirkan istilah assurantie, assuradeur bagi penanggung dan ge assureeder bagi tertanggung.
  3. Asuransi syariah mempunyai akad yang di dalamnya dikenal dengan istilah tabarru’ yang bertujuan kebaikan untuk menolong diantara sesama manusia, bukan semata-mata untuk komersial dan akad tijarah. Akad tijaraah adalah akad atau transaksi yang bertujuan komersial, misalnya mudharabah, wadhi’ah, wakalah dan sebagainya. Dalam bentuk akad tabarru’, mutabarri mewujudkan usaha untuk membantu seseorang dan hal ini dianjurkan oleh syariat islam, Penderma yang ikhlas akan mendapatkan ganjaran pahala yang besar sebagimana dalam qs.Al Baqarah (2) ayat 261. Sedangkan perjanjian asuransi secara konvensional diatur dalam Pasal 1774 KUHPerdata yang memasukan asuransi atau pertanggunga sebagi perjanjian untung-untungan yang disamakan dengan perjudian. Konsep perjanjian asuransi secara konvensional sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata. Kedua pihak yaitu penanggung dan tertanggung melakukan perikatan yang melahirkan hubungan hukum yang konsekuensinya melahirkan hak dan kewajiban saling timbal balik. Asuransi secara konvensional ini menimbulkan kritikan dimana mengandung gharar, maysir dan riba yang merupakan hal yang sangat bertentangan dengan prinsip hukum Islam atau syariah. Karena itu alternatifnya di tengah masyarakat muncul praktik asuransi syariah. Asuransi syariah ini pada mulanya hanya diatur dalam Surat Keputusan dewan Syariah Nasional. Namun baru diatur semenjak keluarnya UU Nomor 40 tahun 2014 Tentang Perasuransian.
  4. Sumber hukum asuransi syariah tentunya berpedoman kepada sumber hukum Islam seperti alquran, sunnah, ijma’, fatwa sahabat, qiyass, dan fatwa DSN-MUI. Sementara itu asuransi konvensional mempunyai sumber hukum yang berasal dari pikiran manusia, falsafah dan kebudayaan.
Perbedaan utama dari asuransi syariah dan konvensional terletak pada tujuan dan landasan operasional. Dari sisi tujuan, asuransi syariah bertujuan saling menolong (ta’âwunî) sedangkan dalam asuransi konvensional tujuannya penggantian (tabâdulî). Dari aspek landasan operasional, asuransi konvensional melandaskan pada peraturan perundangan, sementara asuransi syariah melandaskan pada peraturan perundangan dan ketentuan syariah. Dari kedua perbedaan ini muncul perbedaan lainnya, mengenai hubungan perusahaan dan nasabah, keuntungan, memperhatikan larangan syariah, dan pengawasan. Berkaitan dengan hubungan perusahaan–nasabah, ini terkait dengan masalah kontrak (akad), di mana dalam asuransi syariah perusahaan adalah pemegang amanah (wakîl), sementara dalam asuransi konvensional per-usahaan adalah pemilik dana asuransi. Karena itu, keuntungan asuransi syariah adalah sebagiannya milik nasabah, sedangkan keuntungan asuransi konvensional seluruhnya menjadi milik perusahaan.

Sumber Hukum :
  1. Sumanto, A.E., E. Priarto., M. Zamachsyari, P. Trihadi, R. Asmuji, R. Maulana, Solusi Berasuransi : Lebih Indah dengan Syariah. Cetakan Pertama. PT Karya Kita. Bandung, 2009, Indonesia.
  2. Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah, Ibid, hlm 68-69
  3. Fatwa Dewan Syariah Nasional No 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah
  4. Muhammad Maksum, Pertumbuhan Asuransi Syariah di dunia dan Indonesia, Al-Iqtishad: Vol. III, No. 1, Janu- ari 2011, hlm 37.