Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bentuk dan Syarat Penyertaan (Deelneming)

Bentuk dan Syarat Penyertaan (Deelneming)

A. Pengertian Penyertaan dan Alasan Dipidananya Pembuat Tindak Pidana Dalam Penyertaan.

Pada dasarnya didalam KUHP, subjek hukum tindak pidana adalah orang. Rumusan tindak pidana dimulai dengan barangsiapa (hij die) atau diluar KUHP dimulai dengan (setiap orang). Barangsiapa atau setiap orang adalah orang dan orang tersebut hanya satu orang. Satu orang inilah yang disebut dader (pembuat tunggal). Pembuat tunggal adalah orang yang melakukan tindak pidana secara pribadi. Berbuat sendiri dan bertanggungjawab sendiri. Tidak melibatkan seseorang dalam melakukan tindak pidana. Dalam hal terwujudnya tindak pidana tidak menutup kemungkinan ditimbulkan oleh suatu perbuatan yang dilakukan oleh beberapa orang. Misalkan, empat orang (A,B,C,dan D) telah bersepakat untuk membunuh seseorang. Dalam melaksankan pembunuhan itu, suatu malam ketika si korban tertidur, empat orang itu masuk kedalam rumah korban dengan dengan cara memanjat pagar, dua Orang (A dan B)  menjaga diluar rumah, Satu orang (C) mencongkel pintu, satu orang lagi (D) masuk rumah menuju kamar korban, dan menikamkan sebuah pisau ke arah perut korban secara terus - menerus, sehingga menyebabkan korban mengalami luka parah dan meninggal dunia. Dalam pembunuhan tersebut 4 orang terlibat. Masing - masing perbuatan berbeda - beda, namun antara perbuatan yang satu saling berkaitan dengan perbuatan lainnya yang mengarah langsung pada satu tujuan yaitu kematian korban. Pembunuhan tersebut dapat diselesaikan oleh perbuatan masing - masing orang yang wujudnya tidak sama. Perbuatan masing - masing itulah yang menimbulkan tindak pidana pembunuhan.

Empat orang tersebut dibebani pertanggungjawaban pidana dan dipidana. Dalam hal untuk membenani pertanggungjawaban pidana dan menjatuhkan pidana kepada mereka inilah diperlukan ketentuan penyertaan sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 55, 56, 57, 58, 59 dan 60 KUHP. Tidak cukup dengan ketentuan Pasal 338 KUHP saja. Apabila tidak dibentuk ketentuan penyertaan, maka orang yang dapat dipidana hanyalah terhadap D saja, karena perbuatan D saja yang memenuhi semua unsur Pasal 338 KUHP.

B. Bentuk - Bentuk Penyertaan (Deelneming)

Bentuk - bentuk penyertaan terdapat dan dijelaskan dalam Pasal 55 dan 56. Pasal 55 mengenai golongan yang disebut dengan mededader (disebut para peserta atau para pembuat). Dan pasal 56 mengenai medeplichtige (pembuat pembantu).

Di dalam Pasal 55 merumuskan sebagai berikut :

1). Dipidananya sebagai pembuat (dader) tindak pidana :
  1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan,dan yang turut serta melakukan perbuatan.
  2. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
2). Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja diajurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat - akibatnya.

Di dalam Pasal 56 Dipidananya sebagai pembantu kejahatan, Merumuskan sebagai berikut :
  1. Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan.
  2. Mereka yang sengaja memberi kesempatan,sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.
Dari kedua Pasal (55 dan 56) tersebut, dapatlah kita ketahui bahwa penyertaan dibedakan dalam dua kelompok yaitu :

1). Pertama, kelompok orang - orang yang perbuatannya disebutkan dalam Pasal 55 Ayat (1), yang dalam hal ini disebut dengan para pembuat (mededader) adalah mereka :
  • Yang melakukan (plegen), orang yang disebut dengan pembuat pekaksana (pleger)
  • Yang menyuruh melakukan (doen plegen), orang disebut dengan pembuat penyuruh (doen pleger),
  • Yang turut serta melakukan (mede plegen), orang yang disebut dengan pembuat peserta (mede pleger) dan,
  • Yang sengaja menganjurkan (uitlokken),yang orangnya disebut dengan pembuat penganjur (uitlokker).
2). Kedua, yaitu orang yang disebut dengan pembuat pembantu (medeplichtige) kejahatan, yang dibedakan menjadi :
  • Pemberi bantuan pada saat pelaksanaan kejahatan dan,
  • Pemberi bantuan sebelum pelaksanaan kejahatan.
Dalam hal ini perlu kami jelaskan bahwa pembuat dalam pengertian dader, telah jelas ialah pembuat tunggal, dialah yang melakukan tindak pidana secara pribadi, artinya tidak ada orang lain yang terlibat serta baik fisik (objektif) maupun secara psikhis (subjektif). Sementara pembuat dalam rumusan Pasal 55 Ayat (1) melakukan tindak pidana tidak secara pribadi, melainkan bersama - sama dengan orang lain dalam mewujudkan tindak pidana. Apabila kita lihat dari sudut perbuatan masing - masing berdiri sendiri, perbuatan tersebut hanyalah memenuhi syarat/unsur tindak pidana. Semua syarat tindak pidana terpenuhi tidak oleh perbuatan satu peserta, akan tetapi oleh rangkaian peristiwa perbuatan semua peserta.

Oleh sebab itu dapat kita simpulkan  bahwa yang sama dengan pembuat (dader), bukanlah perbuatan masing - masing orang yang terlibat yang disebut dalam Pasal 55 KUHP. Melainkan tanggung jawabnya. Tanggung jawab si pembuat pelaksana, pembuat penyuruh, pembuat peserta dan pembuat penganjur adalah sama dengan tanggung jawab pembuat tunggal (dader).

Berikut ini akan kami jelaskan secara terperinci tentang pembuat pelaksana, pembuat penyuruh, pembuat peserta dan pembuat penganjur sebagai berikut :

1. Mereka yang melakukan (Pembuat Pelaksana : Pleger).

Untuk menentukan seorang pembuat tunggal (dader), tidaklah sukar. Kriteriannya jelas, ialah perbuatannya telah memenuhi semua unsur tidak pidana. Bagi tindak pidana formil, wujud perbuatannya ialah sama dengan perbuatan apa yang dicantumkan dalam rumusan tindak pidana. Sementara dalam tindak pidana materiil perbuatan apa yang dilakukannya telah menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang - undang. Jika ada orang lain yang ikut terlibat ke dalam tindak pidana, baik secara fisik maupun psikhis, apakah syarat dari seorang dader harus juga menjadi syarat seorang pleger?? Oleh sebab itu seorang pleger merupakan orang yang karena perbuatannya yang menimbulkan tindak pidana, tanpa ada perbuatan pembuat pelaksana tindak pidana tidak akan terwujud, oleh karena itu dari sudut pandang perbuatannya (objektif) syarat seorang pleger harus sama dengan syarat seorang dader. Perbuatan seorang pleger juga harus memenuhi semua usnur tindak pidana, sama dengan perbuatan seorang dader. Muncul pertanyaan, Lalu apa bedanya seorang pleger dan dader?? Bedanya ialah, pleger masih diperlukan keterlibatannya minimal seorang lainnya, baik secara psikhis, contohnya terlibat dengan seorang  pembuat  pembuat penganjur atau terlibat dengan pembuat peserta  atau pembuat pembantu. Jadi seorang pleger  diperlukan sumbangan dari peserta lain dalam hal mewujdukan tindak pidana. 

2. Mereka Yang Menyuruh Melakukan (Pembuat Penyuruh : Doen Pleger).

Dalam KUHP tidak menerangkan siapa yang dimaksud dengan doen pleger. Dalam mencari pengertian dan syarat dari orang yang menyuruh lakukan (doen pleger) banyak ahli hukum merujuk pada keterangan yang ada di dalam MvT WvS Belanda, yang menyatakan bahwa " yang menyuruh melakukan adalah juga dia yang melakukan tindak pidana akan tetapi tidak secara pribadi, melainkan dengan perantaraan orang lain sebagai alat dalam tangannya, apabila orang lain itu berbuat tanpa kesengajaan, kealpaan, atau tanpa tanggung jawab karena keadaan yang tidak diketahui, disesatkan atau tunduk pada kekerasaan."

Pada penjelasan atau uraian  MvT tersebut dapat kita tarik unsur - unsur dari bentuk pembuat penyuruh, yaitu :
  • Melakukan tindak pidana dengan perantaraan orang lain sebagai alat didalam tangannya,
  • Orang lain tersebut bebuat, tanpa kesengajaan,
  • Tanpa Kealpaan,
  • Tanpa tanggungjawab, oleh sebab keadaan (yang tidak diketahuinya, karena disesatkan, dan karena tunduk pada kekerasan).

3. Mereka Yang Turut Serta Melakukan (Pembuat  Peserta : Medepleger)

MvT WvS Belanda Yang menyatakan bahwa turut serta melakukan adalah setiap orang yang sengaja berbuat (meedoet) dalam melakukan suatu tindak pidana. Keterangan ini belum memberikan penjelasan tuntas. Pada awalnya turut berbuat (meedoet) diartikan bahwa pada masing - masing peserta telah melakuka  perbuatan yang sama - sama memenuhi semua rumusan tindak pidana yang bersangkutan. Seperti dua orang yang mengangkat sebuah Kursi. Seperti Van Hamel dan Trapman yang berpendapat bahwa turut serta melakukan terjadi jika perbuatan masing - masing peserta memuat semua unsur tindak pidana. Ajaran seperti ini lebih cenderung ke ajaran objektif dan pandangan ini sempit dan tidak dapat menimbulkan masalah, masalahnya itu adalah karena perbuatannya sama.

Sementara pandangan luas, tidak mensyaratkan bahwa perbuatan pelaku peserta  harus sama dengan perbuatan seorang pembuat (dader), perbuatannya tidak perlu memenuhi semua rumusan tindak pidana, sudahlah cukup memenuhi sebagian saja dari rumusan tindak pidana, asalkan, kesengajaannya sama dengan kesengajaan dari pembuat pelaksananya. Pandangan luas ini lebih mengarah pada ajaran subjektif. Pandangan luas ini merupakan pandangan yang lebih  modern dari pada pandangan lama yang lebih sempit. Seperti arrest Hoge Raad (29-10-1934, dikenal dengan (Hooi Arrest). Duduk perkaranya adalah berikut :

Ada dua orang yang sama - sama bersepakat  untuk membakar sebuah kandang kuda milik orang lain. Mereka berdua masuk kandang kuda itu. Didalam kandang kuda itu ada loteng dan disana ditempatkan rumput kering (hooi) untuk makanan kuda. Untuk membakar  kandang kuda itu dilakukan dengan cara membakar rumput kering diatas loteng. Untuk pembakaran itu satu orang (A) menaiki sebuah tangga untuk mencapai loteng, sedangkan (B) memegang tangga. Pada mulanya dengan sebuah korek api (A) mencoba membakar rumput, namun gagal. Dengan maksud agar mudah terbakar, B mengumpulkan daun - daun kering yang kemudian diserahkan kepada A. Setelah beberapa kali menyulutkan korek api pada rumput diloteng, akhirnya berhasil juga si A membakar rumput kering, dan seterusnya api menjalar dan meluas sehingg terbakarlah seluruh kandang kuda.

Hoge Raad menghukum B karena salahnya telah turut serta (pembuat peserta) melakukan pembakaran (Pasal 187 KUHP, sedangkan A berkualitas sebagai pembuat pelaksana.

4. Orang Yang Sengaja Menganjurkan (Pembuat Penganjur : Uitlokker).

Orang yang sengaja menganjurkan (pembuat penganjur disebut juga auctor intellectualis). Rumusan selengkapnya dalam Pasal 55 Ayat (1) ke-2 adalah : "mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan".

Apabila rumusan tersebut hendak dirinci, maka unsur - unsurnya adalah :

1. Unsur - Unsur Objektif terdiri dari :
  • Unsur perbuatan, adalah menganjurkan orang lain melakukan perbuatan
  • Dengan memberikan sesuatu
  • Dengan menjanjikan sesuatu
  • Dengan menyalahgunakan kekuasaan
  • Dengan menyalahgunakan martabat
  • Dengan kekerasan
  • Dengan ancaman
  • Dengan penyesatan
  • Dengan memberi kesempatan
  • Dengan memberikan sarana
  • Dengan memberkkan keterangan.
2. Unsur - Unsur Subjektif yakni Dengan Sengaja.

5. Pembantuan

Pembantuan diatur dalam Pasal 56, 57, dan 60 KUHP. Pasal 56 merumuskan tentang unsur objektif dan unsur subjektif pembantuan serta macamnya pembantuan. Di dalam Pasal 57 merumuskan tentang batas luasnya pertanggungjawaban bagi pembuat  pembantu. Pasal 60 mengenai penegasan pertanggungjawaban pembantuan yakni hanyalah pada pembantuan  dalam hal kejahatan saja, tidak termasuk pelanggaran.

1. Syarat - Syarat Pembantuan :
  • Dari sudut Subjektif : kesengajaan pembuat pembantu dalam dia mewujudkan perbuatan bantuannya (baik sebelum pelaksanaan maupun sesudah pada saat pelaksanaan kejahatan) ditujukan pada hal untuk mempermudah atau mempelancar bagi orang lain (pembuat pelaksana) dalam melaksanakan kejahatan.
  • Dari sudut Objektif : bahwa wujud apa dari perbuatan yang dilakukan oleh pembuat pembantu hanyalah bersifat mempermudah atau mempelancar pelaksanaan kejahatan. Mengenai wujud perbuatan apa yang dilakukan oleh pembuat pembantu secara oebjektif berperan mempermudah atau mempelancar penyelesaian kejahatan, dan tidak menyelesaikan kejahatan. Penyelesaian kejahatan bergantung pada perbuatan pembuat pelaksananya.


Demikian artikel dari kami,semoga bermanfaat untuk kita semua,jangan lupa share dan komentar anda, Terima Kasih.


Sumber Hukum :
  1. Kitab Undang - Undang Hukum Pidana