Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Makna Pidana Bersyarat dan Pelepasan Bersyarat

Makna Pidana Bersyarat dan Pelepasan Bersyarat
hukum96.com

KUHP berlaku mulai tanggal 1 Januari 1918. Dasarnya adalah staatsblad 1915 Nomor 33 tanggal 15 oktober 1915. Pada waktu itu pidana bersyarat belum dikenal (belum ada). Pidana bersyarat baru dimasukkan dalam KUHP pada tahun 1926 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1927. Oleh sifatnya tambahan,maka ketentuan yang mengaturnya juga tambahan, yakni pasal 14 a sampai dengan pasal 14 f KUHP. Dalam hal ini pidana bersyarat, terpidana tidak perlu mengalami masa pidana yang dijatuhkan, asalkan selama masa tertentu terpidana tidak melakukan tindak pidana apapun. Inilah yang disebut sebagai masa percobaan. Dalam bahasa belanda, pidana bersyarat disebut Voor Waardelijhe Veroordeling.

A. Pidana Bersyarat dan Pelepasan Bersyarat

1. Kriteria dan Syarat Pidana Bersyarat

Agar pidana bersyarat dapat dijtuhkan, maka kriteria yang harus di penuhi adalah sebagai berikut :
  • Pidana penjara atau pidana kurungan yang di jatuhkan harus kurang dari satu tahun
  • Jika hakim menjatuhkan pidana denda umum dendanya sangat memberatkan
Lamanya masa percobaan pada pidana bersyarat adalah :
  • Untuk kejahatan adalah paling lama tiga bulan
  • Sedangkan untuk pelanggaran adalah paling lama dua tahun
Ada dua syarat yang harus di penuhi oleh terpidana pada pidana bersyarat yakni :
  • Syarat Umum : selama masa percobaan, terpidana bersyarat tidak melakukan tindak pidana apapun
  • Syarat Khusus : syarat ini berkaitan dengan tindak pidana yang di lakukan, contohnya selama masa percobaan terpidana tidak boleh minum minuman keras. Syarat khusus lainnya, misalkan berkaitan dengan tingkah laku terpidana, contoh terpidana harus berbuat baik. Dapat pula dimasukkan sebagai syarat khusus, misalkan terpidana wajib membayar ganti rugi.

2. Makna Pelepasan Bersyarat

Untuk pidana yang dijatuhi hukuman pidana perampasan kemerdekaan yang lamanya sekurang - kurangnya sembilan bulan, apabila ia telah menjalani ⅓ (sepertiga) masa pidananya, ia dapat memperoleh pelepasan bersyarat.

Contoh : seorang terpidana dua belas (12) tahun penjara, setelah menjalani pidana penjara selama sembilan bulan dapat memperoleh pelepasan bersyarat atau seringkali di isiltilahkan pula sebagai  pembebasan bersyarat atau dalam bahasa belanda disebut Voorwaardelijhe in Vriyheidsteling. Dalam KUHP, pelepasan bersyarat  duatur pada pasal 15, pasal 15 a, pasal 15 b serta pasal 16 KUHP. secara subtantif sama dengan pelepasan bersyarat adalah cuti menjelang bebas. Hal ini diberikan pada narapidana yang masa  pidananya kurang dari sembilan bulan. Apabila telah menjalani ⅔ (dua pertiga) masa pidananya, ia dapat memperoleh cuti menjelang bebas. Contohnya seorang terpidana enam bulan penjara. Setelah menjalani masa pidana empat bulan penjara, ia dapat memperoleh cuti menjelang bebas. ⅓ (sepertiga) masa pelepasan bersyarat atau masa cuti menjelang bebas  yang tidak perlu di jalani oleh terpidana bersyarat itu disebut sebagai masa percobaan.

3. Persyaratan Pelepasan Bersyarat

Ada dua persyaratan yang harus dipenuhi oleh terpidana yang telah memperoleh pelepasan bersyarat yakni syarat umum dan syarat khusus. Syarat umum yang harus di penuhi adalah terpidana tidak boleh melakukan tindak pidana selama masa percobaan. Jika ia melakukan tindak pidana, maka pelepasan bersyarat itu menjadi gugur, dan ia harus menjalani masa pidananya kembali disamping ia harus pula mempertanggungjawabkan karena melakukan tindak pidana yang  baru. Selanjutnya syarat khusus misalnya adalah terpidana wajib lapor ke kejaksaan secara berkala hingga masa percobaanya berakhir. Untuk mendapatkan pelepasan bersyarat, terpidana harus dinilai terlebih dahulu oleh tim pengamat permasyarakatan yang ada di lembaga permasyarakatan. Selanjutnya, usulan untuk memperoleh pelepasan bersyarat diajukan kepada Menteri/ Dirjen Pemasyarakatan.

Tanggung jawab pengawas dan pembina terhadap terpidana yang telah memperoleh pelepasan bersyarat tidak lagi berada ditangan lembaga pemasyarakatan,melainkan ditangan BAPAS (Badan Pemasyarakatan).

B. Hapusnya Kewenangan Menuntut dan Menjalani Pidana

1. Hal - hal yang dapat menyebabkan gugurnya kewenangan menuntut dan menjalani pidana

Ada sejumlah hal yang dapat menyebabkan gugurnya kewenangan menuntut pidana adalah :
  • Nebis in idem (pasal 76 KUHP)
  • Matinya terdakwa (pasal 77 KUHP)
  • Kadaluwarsa (pasal 78 KUHP)
Hal - hal yang dapar menyebabkan gugurnya kewenangan menuntut pidana diatur pada pasal 76, pasal 77 dan pasal 78 KUHP. Pasal 76 KUHP menyebutkan :
"Orang yang tidak boleh dituntut untuk kedua kalinya terhadap perbuatan yang untuknya telah dijatuhi putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap."
Dasar dari asas ini adalah :
  • Untuk menjunjung tinggi kehormatan dan keluhuran peradilan (kewajiban negara)
  • Untuk memberikan  rasa kepastian hukum bagi seseorang yang pernah dijatuhi putusan, terlebih - lebih putusan bebas. Kepadanya harus diberi ketenangan hati, agar tidak gelisah terhadap "bahaya" penuntutan ulang.
Dalam ketentuan pasal 76 KUHP ini terkandung suatu asas yakni Asas Ne Bis In Idem atau asas Non Bis In Idem. Disamping kekuatan tersebut , matinya terdakwa dapat pula menyebabkan gugurnya kewenangan menuntut pidana. Hal tersebut diatur dalam pasal 77 KUHP yang menyebutkan bahwa :
" kewenangan menuntut pidana hapus jika terdakwa meninggal dunia"
Artinya bahwa dengan meninggalnya terdakwa prosedur penanganan terdakwa harus dihentikan. Hal tersebut tidak dapat dialihkan kepada ahli warisnya.

Daluwarsa dapat menyebabkan pula menjadi gugurnya kewenangan menuntut pidana. Hal ini telah diatur pada ketentuan pasal 78 KUHP, yang menyebutkan :
"Kewenangan menuntut Pidana hapus karena Daluwarsa"
Adapun dasar ketentuan tersebut adalah :
  • Dengan berlampaunya waktu,bukti - bukti mulai sulit  didapat. Kalaupun bukti - bukti itu ada, bukti - bukti itu sulit di percaya.
  • Bagi orang yang melarikan diri, masa melarikan diri yang lamanya sama dengan masa daluwarsa sudah menjadi suatu penderitaan/siksaan yang dapat di pandang sebagai suatu pidana tersendiri.
Jangka Waktu daluwarsa ternyata berbeda dengan tindak pidana yang satu dengan yang lain. Untuk pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan, jangka waktu daluwarsa satu tahun, untuk kejahatan yang di ancam dengan pidana penjara atau denda paling lama tiga tahun, jangka waktu daluwarsanya adalah em tahun, untuk kejahatan yang di ancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, jangka waktu daluwarsanya adalah dua belas tahun dan untuk kejahatan yang di ancam pidana mati atau penjara seumur hidup,jangka waktu daluwarsanya adalah delapan belas tahun.

Baca Juga : Alasan Penghapusan,Pengurangan, dan Penambahan Pidana

2. Hal - hal yang dapat menyebabkan gugurnya kewenangan menjalani pidana adalah :

  • Matinya terpidana (pasal 83 KUHP)
  • Daluwarsa (pasal 84 KUHP)
Dalam KHUP pasal 83 menyebutkan :
"Kewenangan menjalankan pidana hapus jika terpidana meninggal dunia"
Sedangkan dalam pasal 84 ayat 1 KUHP menyebutkan :
" kewenangan menjalankan pidana hapus karena daluwarsa"
Tenggat waktu daluwarsa juga berbeda antara tindak pidana yang satu dengan yang lainnya. Bagi pelanggaran, jangka waktu daluwarsanya adalah dua tahun, bagi kejahatan yang dilakukan dengan sarana percetakan,jangka waktu daluwarsanya adalah 5 tahun, untuk kejahatan - kejahtan lainnya, jangka waktu daluwarsanya sama dengan jangka waktu daluwarsa yang diatur pasa pasal 78 KUHP.


Sumber Hukum :

1. Kitab Undang - Undang Hukum Pidana