Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Dasar Hukum Keadaan Memaksa (Overmacht) Menurut KUHPerdata

Dasar Hukum Keadaan Memaksa (Overmacht) Menurut KUHPerdata
Hukum96.com


1. Dasar Hukum Dan Pengertian Keadaan Memaksa (overmacht).

Di dalam ketentuan tentang Overmacht (keadaan memaksa)  dapat dilihat dan dibaca di dalam Pasal 1244 KUHPerdata dan Pasal 1245 KUHPersata. Di dalam Pasal 1244 KUHPerdata menyatakan :

" Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya ,kerugian, dan bunga, bila tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakanya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh suatu hal yang tidak terduga, yang tak dapat di pertanggung jawabkan kepadanya, walaupun tidak ada iktikad buruk padanya"

Selanjutnya di dalam Pasal 1245 KUHPerdata yang menyatakan :

" Tidak ada penggantian biaya, kerugian, dan bunga, bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi  secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan atau melakukan sesuatu perbuatan yang terlarang olehnya ".

Ketentuan ini memberikan kelonggaran kepada debitur untuk tidak melakukan penggantian biaya, kerugian dan bunga kepada kreditur, oleh karena suatu keadaan memaksa yang berada diluar kekuasaannya.Ada tiga hal yang dapat menyebabkan debitur tidak melakukan penggantian biaya,kerugian dan bunga, yaitu :
  • Adanya suatu hal yang tidak terduga sebelumnya
  • Terjadinya secara kebetulan
  • Keadaan memaksa ( Overmacht )
Yang diartikan dengan keadaan memaksa adalah suatu keadaan dimana debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditur,yang disebabkan adanya kejadian yang berada diluar kekuasaanya, Misalkan karena adanya gempa bumi, banjir, dan lain - lain.

2. Macam - Macam Keadaan Memaksa

a. Keadaan Memaksa Absolut adalah suatu keadaan dimana debitur sama sekali tidak dapat memenuhi perutangannya kepada kreditur, oleh karena adanya gempa bumi, banjir bandang dan adanya lahar. Contoh, Si A ingin membayar utangnya kepada si B. Namun tiba - tiba pasa saat Si A ingin melakukan pembayaran utang, terjadi gempa bumi. Maka si A sama sekali tidak dapat membayar utangnya pada si B.

b. Keadaan memakaa Relatif adalah suatu keadaan yang menyebabkan debitur masih mungkin untuk melaksanakan prestasinya. Tetapi pelaksanaan prestasi itu harus dilakukan dengan memberikan korban yang lebih besar yang tidak seimbang atau menggunakan kekuatan jiwa yang diluar kemampuan manusia atau kemungkinan tertimpa bahaya kerugian yang sangat besar. Contohnya : seorang penyanyi telah mengikat dirinya untuk menyanyi di suatu konser, tetapi beberapa detik sebelum pertunjukan, ia menerima kabar bahwa anaknya meninggal dunia. Kemudian Contoh lainnya : A telah meminjam kredit usaha tani dari KUD, dengan janji akan dibayar pada musim panen. Akan tetapi sebelum panen, padinya diserang oleh hama, ulat. Nah dengan demikian pada saat itu ia tidak mampu membayar kredit usaha taninya kepada KUD, tetapi ia akan membayar pada musim panen mendatang.

3. Teori - Teori Keadaan Memaksa.

Ada dua teori yang membahas tentang keadaan memaksa antara lain :
  • Teori ketidakmungkinan (onmogelijkeheid)
  • Teori pengahapusan atau peniadaan kesalahan. (Afwesigheid van schuld)
DI dalam teori ketidakmungkinan ini berpendapat bahwa  keadaan memaksa adalah suatu keadaan tidak mungkin melakukan pemenuhan prestasi yang diperjanjikan. Ketidakmungkinan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
  • Ketidakmungkinan absolut atau objektif  (absolut ommogelijkheid) yaitu suatu ketidakmungkinan sama sekali dari debitur untuk melakukan prestasinya pada kreditur.
  • Ketidakmungkinan relatif atau subjektif (relative onmogelijkheid) yaitu ketidakmungkinan relatif dari debitur untuk memenuhi prestasinya.
Teori atau ajaran penghapusan atau peniadaan kesalahan berarti dengan overmacht terhapuslah kesalahan debitur atau overmacht peniadaan kesalahan. Sehingga akibat dari kesalahan yang telah ditiadakan tadi tidak boleh atau bisa dipertanggungjawabkan.

4. Akibat dari Keadaan Memaksa 

Ada tiga akibat keadaan memaksa yaitu :
  • Debitur tidak perlu membayar ganti rugi (Pasal 1244 KUHPerdata)
  • Beban resiko tidak berubah, terutama pada keadaan memaksa sementara
  • Kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi hukum bebas dari kewajibannya untuk menyerahkan kontra prestasi, kecuali untuk yang disebut dalam pasal 1460 KUHperdata.

5. Risiko

Dalam teori hukum dikenal suatu ajaran yang disebut dengan resicoleer (ajaran tentang risiko). Resicoleer adalah suatu ajaran yaitu seseorang berkewajiban untuk memikul kerugian, jika ada sesuatu kejadian diluar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang menjadi objek perjanjian. Ajaran ini timbul apabila terdapat keadaan memaksa (overmacht). Ajaran ini dapat diterapkan  pada perjanjian  sepihak  dan perjanjian timbal balik. Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian  dimana salah satu pihak aktif melakukan prestasi, sedangkan pihak lainnya pasif. Contoh : Si A memberikan sebidang tanah pada si B. Tanah itu direncanakan untuk diserahkan  pada tanggal 10 Mei 1996, tetapi pada tanggal 15 april 1996 tanah itu musnah . Pertanyaanya adalah, siapa yang menanggung risiko??? Yang menanggung risiko atas musnahnya tanah tersebut adalah B ( penerima tana ). Pasal 1237 KUHPerdata.

Perjanjian timbal balik adalah suatu perjanjian yang kedua belah pihak diwajibkan untuk melakukan prestasi , sesuai dengan kesepakatan yang dibuat  antara keduanya. Yang termasuk dalam perjanjian timbal balik, yaitu jual beli, sewa menyewa, tukar - menukar dan lain - lain. Contohnya : si A telah membeli sebuah rumah  beserta tanahnya pada si B seharga Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), rumah itu dibeli pada tanggal 10 januari 1996 . Namun rumah tersebut belum diserahkan kuncinya oleh B kepada Si A. Akann tetapi pada tanggal 10 februari 1996 terjadi gempa bumi yang memusnahkan rumah tersebut. Pertanyaannya adalah siapakah yang menanggung risiko atas rumah tersebut??? Menurut Pasal 1460 KUHPerdata yang menanggung risiko atas musnahnya rumah tersebut adalah Si A (pembeli), walaupun rumah tersebut belum diserahkan dan dibayar lunas. Jadi , B berhak menagih berapa pembayaran yang belum dilunasi oleh Si A.

Ketentuan pasal 1460 KUHPerdata telah dicabut berdasarkan SEMA Nomor 3 Tahun 1963. Ketentuan ini tidak dapat diterapkan secara tegas, namun penerapannya harus memperhatikan :
  • Bergantung pada letak dan tempat beradanya barang itu dan,
  • Bergantung pada orang yang melakukan kesalahan atas musnahnya barang tersebut.
Di dalam perjanjian tukar menukar, risiko tentang musnahnya barang di luar kesalahan pemilik, persetujuan dianggap gugur dan pihak yang telah memenuhi persetujuan dapat menuntut pengembalian barang yang ia telah berikan dalam tukar - menukar ( Pasal 1545 KUHPerdata ). Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa dalam perjanjian jual beli risiko atas musnahnya barang menjadi tanggung jawab pembeli, sedangkan dalam perjanjian tukar - menukar, perjanjian menjadi gugur.



Sumber Hukum :

1. Kitab Undang - Undang Hukum Perdata

2. SEMA Nomor 3 Tahun 1963.