Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Asas - Asas Dalam Hukum Kontrak

Asas - Asas Dalam Hukum Kontrak
Hukum96.com

Di dalam hukum kontrak dikenal lima asas yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas pacta sunt servanda (asas kepastian hukum), asas iktikad baik, dan asas kepribadian. Penjelasan lebih lanjut mengenai kelima asas tersebut dapat anda simak sebagai berikut :

A. Asas - Asas Dalam Hukum Kontrak

1. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak dapat kita analisis dari ketentuan Pasal 1338 Ayat (1) KUHPerdata, yang berbunyi :

" semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang - undang bagi mereka yang membuatnya "

Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk :
  • Membuat atau tidak membuat perjanjian
  • Mengadakan perjanjian dengan siapapun
  • Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratan
  • Menentukan bentuknya perjanjian yaitu tertulis atau lisan.
Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham individualisme  yang secara embrional lahir dalam zaman yunani, yang diteruskan oleh kaum epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman renaisance melalui antara lain ajaran - ajaran Hugo De Grecht, Thomas Hobbes, Jhon Locke, dan Rosseau.

2. Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam pasal 1320 Ayat (1) KUHPerdata. Dalam pasal itu ditentutkan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas konsensualisme merupakan asa yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. 

Asas konsensualisme muncul diilhami dari Romawi dan hukum jerman  di dalam hukum german tidak dikenal asas konsensualisme, tetapi yang dikenal adalah perjanjian Riil dan perjanjian Formal. Perjanjian Riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (kontan dalam hukum adat). Sedangkan perjanjian formal suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta autentik maupun akta dibawah tangan). Dalam hukum romawi dikenal istilah  Contractus Verbis Literis dan Contractus Innominat. Yang artinya bahwa terjadi perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPerdata adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.

3. Asas Pacta Sunt Servanda

Asas pacta sunt servanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang - undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda pada mulanya dikenal dengan hukum gereja. Di dalam hukum gereja itu disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian apabila ada kesepakatan kedua belah pihak dan dikuatkan dengan sumpah. Ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua belah pihak merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan. Namun, dalam perkembangannya asas pacta sunt servanda diberi arti Pactum, yang berarti sepakat tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya. Sedangkan nudus pactum sudah cukup dengan sepakat saja.

4. Asas Iktikad Baik (Goede Trouw)

Asas iktikad baik dapat di simpulkan dari Pasal 1338 KUHPerdata berbunyi :

" Perjanjian harus dilaksanakan dengan Iktikad Baik ".

Asas iktikad merupakan asas bahwa para pihak yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh  atau kemauan baik dari pihak. Asas iktikad baik dibagi menjadi dua macam yaitu iktikad baik nisbi dan iktikad baik mutlak. Pada iktikad baik nisbi, orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada iktikad baik mutlak, penilaianya terletak pada akal sehat dan keadilan, yang dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma - norma yang objektif.

5. Asas Kepribadian (Personalitas)

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal  1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata berbunyi :

"Pada Umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan  atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri".

Inti dari ketentuan ini bahwa seseorang yang mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan dirinya sendiri.

Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi :

"Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya"

Ini berarti  bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun ketentuan itu ada pengecualianya, sebagaimana yang diintrodusir dalam pasal 1317 KUHPerdata yang berbunyi :

"Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu"

Pasal ini mengkonstruksikan  bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga, dengan suatu syarat yang telah ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang - orang yang memperoleh hak dari padanya. Di dalam setiap kontrak yang dibuat oleh para pihak, pasti dicantumkan identitas dari subjek hukum, yang meliputi nama, umur, tempat domisili dan kewarganegaraan. Kewarganegaraan berhubungan erat dengan apakah yang bersangkutan dapat melakuan perbuatan hukum tertentu, seperti jual beli tanah hak milik. Orang asing tidak dapat memiliki hak miliki, karena kalau orang asing diperkenankan untuk memiliki  tanah hak milik maka yang bersangkutan dapat membeli semua tanah yang dimiliki masyarakat. Mereka mempunyai modal yang besar, dibandingkan dengan masyarakat kita. WNA hanya diberikan untuk mendapatkan HGB, HGU dan Hak pakai.

Di samping kelima Asas itu, di dalam Lokakarya Hukum perikatan yang di selenggarakan oleh badan Pembina hukum Nasional, Departemen Kehakiman dari tanggal 17 sampai dengan tanggal 19 Desember 1985 telah berhasil merumuskan delapan asas hukum perikatan nasional. Dari kedelapan asas tersebut akan kami jabarkan di bawah ini sebagai berikut :
  1. Asas Kepercayaan, yang mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan di antara mereka.
  2. Asas Persamaan Hukum, yang dimaksud dengan asas ini adalah subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka tidak di beda - bedakan antara satu sama yang lain, walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan ras.
  3. Asas Keseimbangan, adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan iktikad baik.
  4. Asas Kepastian Hukum, perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai undang - undang bagi mereka yang membuatnya.
  5. Asas Moral, asas moral ini terikat dalam perikatan wajar yaitu suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat dalam zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela (moral). Yang bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya.
  6. Asas kepatutan, asas kepatutan dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi dari Perjanjian.
  7. Asas Kebiasaan, asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal - hal yang menurut kebiasaan lazim diikuti.
  8. Asas Perlindungan, asas ini mengandung pengertian bahwa debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak debitur, karena debitur berada pada pihak yang lemah.

B. Syarat - Syarat Sah Terjadinya Kontrak Menurut KUHPerdata

Ada beberapa Syarat Sahnya suatu kontrak, Suatu kontrak dapat dikaji berdasarkan hukum kontrak yang terdapat di dalam KUHPerdata ( Civil Law ). Dalam Hukum Eropa Kontinental,Syarat Sahnya perjanjian diatur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata Atau lebih tepatnya Pada Pasal 1365 Buku IV NBW (BW Baru) Belanda.

Dalam Kitab Undang - Undang Hukum Perdata tepatnya pada  Pasal 1320 Menentukan Empat ( 4 ) syarat sahnya perjanjian yaitu :
  1. Adanya Kesepakatan kedua belah pihak
  2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum
  3. Adanya objek dan ;
  4. Adanya kausa yang halal
Nah dari keempat syarat tersebut,dapat Kami jelaskan sebagai berikut :

1. Kesepakatan ( Toesteming/Izin) Kedua belah pihak

Syarat yang pertama sahnya kontrak adalah adanya kesepakatan atau konsensus pada pihak. Kesepakatan ini diatur dalam Pasal 1320 Ayat (1) KUHPerdata. Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah pernyataannya, karena kehendak itu tidak dapat dilihat/diketahui orang lain. Ada lima ( 5 ) cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak antara lain :
  • Bahasa yang sempurna dan tertulis.
  • Bahasa yang sempurna secara lisan.
  • Bahasa yang tidak begitu sempurna tetapi dapat diterima oleh pihak lawan. dikarenakan dalam kenyataannya seringkali seseorang menyampaikan dengan bahasa yang tidak begitu sempurna tetapi dapat dimengerti oleh pihak lawannya. 
  • Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya. 
  • Diam atau membisu ,tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan. (sudikno Mertokusumo,1987:7)
Pada dasarnya,cara yang paling banyak dilakukan oleh parah pihak yaitu dengan bahasa yang sempurna secara lisan dan tertulis. tujuan untuk di buatkan perjanjian tertulis untuk memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna, di kala timbulnya sengketa di kemudia hari.

2. Kecakapan Bertindak

Definisi dari Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum sedangkan  definisi Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Orang - orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh Undang - Undang. Orang yang dan berwenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan adalah telah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin.

Orang yang tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum :
  • Anak di bawah umur ( minderjarigheid )
  • Orang yang ditaruh dibawah pengampuan
  • Istri ( pasal 1330 KUHPerdata ).Akan Tetapi  di dalam kenyataanya istri dapat melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 31 UU Nomor 1 Tahun 1974  jo. SEMA No. 3 tahun 1963.

3. Adanya Objek Perjanjian (Onderwerp der Overeenskomst)

Kemudian dalam berbagai litelatur telah disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi ( Pokok Perjanjian ). Definisi dari Prestasi itu sendiri adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi Hak Kreditur. ( Sumber buku : Yahya Harahap, 1986 : 10 ; Mertokusumo, 1987 : 36 ). Prestasi ini terdiri dari perbuatan positif dan negatif. Prestasi terdiri dari :
  • Memberikan sesuatu
  • Berbuat sesuatu dan
  • Tidak berbuat sesuatu ( Pasal 1234 KUHPerdata )
Misalnya, jual beli rumah. Yang menjadi pokok perjanjian / prestasi adalah menyerahkan hak milik atas rumah dan menyerahkan uang harga dari pembelian rumah tersebut.

4. Adanya Causa Yang Halal ( Geoorloofde Oorzaak )

Pasal 1320 KUHperdata tidak dijelaskan pengertian Orzaak ( Causa yang halal ). Pasal 1337 KUHperdata hanya disebutkan causa yang terlarang. Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan Undang - undang, kesusilaan, dan ketertiban Umum. Hoge Raad sejak tahun 1927 mengartikan Orzaak sebagai sesuatu yang menjadi tujuan para pihak.

Contoh : A menjual sepeda motor kepada si B. Akan tetapi sepeda motor yang dijual oleh si A itu adalah barang hasil curian. Jual beli seperti itu tidak mencapai tujuan para pihak B. Karena B menginginkan barang yang di belinya itu barang yang Sah.

Syarat yang pertama dan kedua disebut syarat subjektif , karena menyangkut pihak - pihak yang mengadakan perjanjian, Sedangkan ketiga dan keempat disebut Objektif, karena menyakut objek perjanjian.


Sumber Hukum :

1. Kitab  Undang - Undang Hukum Perdata.

2. Lokakarya Hukum perikatan yang di selenggarakan oleh badan Pembina hukum Nasional, Departemen Kehakiman dari tanggal 17 sampai dengan tanggal 19 Desember 1985